Luka itu indah Darah yg memerah Membias ke langit Dicumbu sinar rembulan
Daun-daun bambu menggelitiki Dan sungai mendesah jernih Engkau telah merobek dengan sembilu Dengan senyum manis teramat tulus Luka kini manis sekali
Aku selalu ingat bagaimana kau membelaiku Sambil meremas-remas dan memutar-mutar ususku
Darahku tak terkesiap lagi Jika cambuk mendera di tulang belulang Aku akan menyebut namamu berulang-ulang Dengan penuh cinta
– T. Nitya Anggra Sora
_________
Setelah mem-posting“Sebelum Kota-kota Padam”, seketika saya ingat puisi dari almarhum T. Nitya Anggra Sora, yang pernah beliau bacakan di hadapan kami dan teman-teman waktu di sanggar, dahulu. Baitnya pedih. Membuat kesan tersendiri bagi saya saat terserap kedalam puisi. Saya dapat membayangkan pedih yang tak terkira saat tenggelam dalam bait-baitnya. Apalagi setelah digarap menjadi musikalisasi puisi.
Air danau yang kau kirim ke kota-kota cukuplah menyejukkan lorong-lorong, sementara manusia tumbuh di lampu-lampu jalanan menyalakan sejarah masa kecilku akankah sungai diseberangkan pula oleh perahu pengembara, ke kota-kota
Sesuap nasi mengalir di matamu, sebagaimana perahu masa kecilku juga, yang lapar sungai kerinduan, namun dalam perutku berdiri kota-kota pendakian yang kesekian
Seperti kota-kota lain, aku juga mengarang novel hingga hafal perkampungan paling jauh seperti kampung masa kecilku pula yang tidur di surau seharian tak makan apa-apa seharian
Seperti kota-kota lain, aku juga mementaskan teater supaya bisa pulang ke masa kecilku bermain tembak-tembakkan dengan bebas, seperti kota-kota yang menghamilimu lenyap dari sejarah kemanusiaan dan kerinduan
Orang-orang pun bicara dengan bahasa isyarat Sebelum kota-kota padam mengusir masa kecilku.
Ezathabry Husano – Banjarbaru (1997) _____
Ada cerita tersendiri, yang saya simpan dalam ingatan, dibalik puisi ini. Saya pertama kali mengenal puisi ini sekitar tahun 2004. Saat itu ada Musikalisasi Puisi, dan kebetulan, sanggar teater saya, diminta pentas. Setelah pilih memilih, puisi ini pun akhirnya yang kami sepakati untuk di-musikalisasi. Saat itu teman saya yang bernama Bang Kopong lah yang menggarap aransemen nya. Dari pertama saya membaca lirik, sampai setelah di-musikalisasi, saya pun jatuh cinta pada puisi ini.
Siapa yang sangka itu adalah pertanda. Ya. Lirik ini menceritakan perjalanan saya bertahun-tahun setelahnya. Dimulai dari tahun akhir tahun 2006. Saat itu saya diusir dari rumah oleh Ibu saya karena pertengkaran pagi-pagi buta. Hanya berbekal pakaian yang melekat dibadan, dan uang seadanya, saya pergi entah mau kemana. Saya menyusuri kota-kota. Mencari diri saya. Yang kabur saat Ibunda membentak dan mengusir saya dari rumah.
Dua minggu lamanya saya melangkahkan kaki. Kelaparan. Hidup dari kerja serabutan. Dan selama itu pula bait-bait puisi yang telah disulap menjadi lagu sebelumnya, terus terngiang dan saya senandungkan sepanjang perjalanan. Hingga rindu tak tertahankan, saya beranikan diri menelepon rumah dari wartel di suatu kota. Cuma untuk mendengar suara ibunda, dan meminta maaf. Akhirnya Ibunda meminta saya pulang.
Dan entah, sihir apa yang mempengaruhi, setiap menjelang akhir tahun, saya selalu melakukan pengembaraan sesaat ke kota-kota di pulau Jawa-Bali. Sampai saat ini. dan lirik-lirik diatas selalu menemani. _____
Sekilas tentang Ezathabry Husano
Lahir di Kandangan (Kalsel), 3 Agustus 1938. PendidikanSLTA di Kandangan, Pendidikan Pegawai Deppen Tingkat Atas (PPSDA) Banjarmasin (1967), Diklat Kewartawanan se-Indonesia Surabaya (19970), SESPEN I LAN Jakarta (1977), DiklatJjupen BINTER Bandung (1985), Pintaloka Terpadu Madura (1987). Pensiunan PNS sebagai Kepala Deppen Kabupaten Barito Kuala di Marabahan (1983-1994), Karya tulisnya tersebar di berbagai media cetak antara lain : Banjarmasin Post,Radar Banjarmasin, Tabloid Wanyi, Serambi Ummah, Merdeka, majalah Mimbar dan lain-lain. Kumpulan puisi baik tunggal maupun bersama antara lain : Getar (1995), Getar II (1996), Getar III (1996), Datang dari Masa Depan (1999), Perkawinan Batu (2005), Dimensi (2005), Dawat (1982), Rakit Bambu (1984), Surat Dari Langit (1985), Tiga Kutub Senja 2001), Narasi Matahari (2002), Notasi Kota 24 Jam (2003), Bulan Ditelan Kutu (2004), Baturai Sanja (2004), Bumi Menggerutu (2005).